Di Jepang, Shinto dan Buddha telah berakar kuat dalam budaya kehidupan sehari-hari, namun budaya Kristen seperti Natal dan Halloween juga telah meresap. Bagaimana agama Kristen menyebar di Jepang yang jauh dari Eropa, tempat mayoritas umat Kristen berada? Kali ini, kita akan memperkenalkan sejarah agama Kristen di Jepang.

Masuknya Agama Kristen ke Jepang

Agama Kristen masuk ke Jepang pada tahun 1549, dimulai ketika misionaris Jesuit, Francisco Xavier, mendarat di Kagoshima. Xavier dan para misionaris lainnya menyebarkan ajaran Kristen dengan melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Jepang.

Para misionaris menyesuaikan diri dengan budaya dan bahasa Jepang, menarik minat banyak orang Jepang, dan membentuk komunitas Kristen awal. Pada periode ini, agama Kristen terutama diterima oleh kelas bangsawan dan pedagang, yang tertarik pada budaya dan pengetahuan Barat.
(Gambar Referensi: 聖パウロ修道会サンパウロ)

Penyebaran Agama Kristen di Jepang

Agama Kristen menyebar dengan relatif cepat dalam masyarakat dan budaya Jepang. Khususnya di wilayah Kyushu, banyak daimyo (penguasa feodal) dan pengikut mereka yang beralih ke agama Kristen. Daimyo yang berpindah agama ke Kristen disebut Kirishitan Daimyo.

Di wilayah-wilayah ini, agama Kristen membawa manfaat politik dan ekonomi melalui pembentukan struktur kekuasaan baru dan hubungan dengan perdagangan. Para misionaris berhasil menyebarkan agama Kristen dalam bentuk yang mudah dipahami oleh orang Jepang dengan menggunakan karya sastra dan seni dalam bahasa Jepang untuk menyampaikan ajaran Kristen.
(Gambar Referensi: 歴史街道)

Sikap Toleran Oda Nobunaga terhadap Agama Kristen

Oda Nobunaga menunjukkan sikap yang sangat toleran terhadap agama Kristen. Ia melihat agama Kristen sebagai kekuatan baru yang berbeda dari kekuatan agama tradisional di Jepang, dan berniat menggunakan agama ini untuk mendorong ambisi politiknya.

Di bawah kekuasaan Nobunaga, agama Kristen dilindungi dan para misionaris menikmati kebebasan untuk beraktivitas. Kebijakan toleran Nobunaga ini menjadi salah satu faktor yang membuat agama Kristen semakin menyebar di Jepang.
(Gambar Referensi: President Online)

Alasan Larangan dan Penindasan terhadap Agama Kristen

Namun, setelah kematian Oda Nobunaga, larangan dan penindasan terhadap agama Kristen dimulai oleh Toyotomi Hideyoshi dan Tokugawa Ieyasu. Mereka melihat agama Kristen sebagai ancaman terhadap nilai-nilai tradisional Jepang dan tatanan sosial, serta khawatir bahwa umat Kristen mudah terpengaruh oleh kekuatan asing. Penindasan ini dilakukan sebagai cara untuk menyatukan Jepang dan memastikan pemerintahan yang stabil.
(Gambar Referensi: 戦国日誌)

Pengungkapan Umat Kristen melalui Fumi-e

Metode yang paling terkenal untuk mengungkap umat Kristen adalah melalui "fumi-e". Ini adalah cara di mana gambar atau patung suci Kristen, seperti Yesus atau Bunda Maria, diletakkan di tanah, dan orang-orang dipaksa untuk menginjaknya. Orang-orang yang menolak melakukan tindakan ini dianggap sebagai umat Kristen, dan mereka bisa ditangkap, disiksa, atau bahkan dieksekusi. Fumi-e digunakan sebagai cara efektif untuk mengidentifikasi umat Kristen dan memaksa mereka meninggalkan iman mereka.

Tindakan keras seperti ini bertujuan untuk mengungkapkan mereka yang memegang iman Kristen secara sembunyi-sembunyi dan memberantas agama Kristen dari masyarakat Jepang.
(Gambar Referensi: Japaaan Magazine)

Iman Rahasia Kakure Kirishitan

Meskipun ada penindasan ketat oleh Keshogunan Tokugawa, beberapa umat Kristen terus beriman sebagai "Kakure Kirishitan" (Kristen Tersembunyi). Mereka menyembunyikan iman mereka dari orang luar dan secara rahasia memelihara ajaran Kristen. Komunitas Kakure Kirishitan menafsirkan doktrin Kristen dalam bentuk yang unik di Jepang dan mempertahankan iman mereka.

Mereka menjalani kehidupan yang rumit dengan berpartisipasi dalam upacara agama Buddha dan Shinto, sementara dalam hati mereka tetap berpegang pada iman Kristen. Kakure Kirishitan pada masa ini dikenal sebagai keberadaan yang unik dalam sejarah agama di Jepang.
(Gambar Referensi: 新上五島町 観光物産協会)

Akhir Penindasan Agama Kristen pada Era Meiji

Seiring dengan dimulainya era Meiji, Jepang mengalami modernisasi dan westernisasi yang cepat. Pada periode ini, larangan terhadap agama Kristen dihapuskan dan kebebasan beragama dideklarasikan. Pemerintah Meiji memahami pentingnya mengakui kebebasan beragama untuk membangun hubungan yang setara dengan negara-negara Barat. Pembatalan larangan agama Kristen pada tahun 1873 adalah langkah penting bagi Jepang untuk diakui sebagai negara modern di kancah internasional.

Perubahan ini memiliki makna besar bagi Kakure Kirishitan. Mereka dapat mengakhiri kehidupan tersembunyi mereka dan secara terbuka menyatakan iman mereka. Selain itu, banyak misionaris asing datang ke Jepang pada masa ini, mendirikan gereja-gereja baru, dan mendukung komunitas Kristen Jepang. Era Meiji menandai awal babak baru dalam sejarah Kristen di Jepang, serta menjadi titik awal penyebaran keragaman dan toleransi agama dalam masyarakat Jepang.
(Gambar Referensi: 歴史逍遥『しばやんの日々』)

Kesimpulan

Bagaimana pendapat Anda? Kali ini kita telah menguraikan sejarah yang penuh gejolak dari agama Kristen di Jepang. Dimulai dengan kedatangan Francisco Xavier, penerimaan yang toleran oleh Oda Nobunaga, kemudian penindasan oleh Toyotomi Hideyoshi dan Keshogunan Tokugawa, penggunaan "fumi-e" untuk mengidentifikasi umat Kristen, hingga kehidupan iman rahasia dari "Kakure Kirishitan", agama Kristen telah memberikan pengaruh yang dalam pada masyarakat dan budaya Jepang. Khususnya, deklarasi kebebasan beragama pada era Meiji menjadi titik balik penting dalam sejarah Kristen di Jepang.

Sejarah Kristen di Jepang adalah contoh nyata bagaimana agama asing bernegosiasi dengan budaya tradisional, kadang menerima perlawanan namun akhirnya berakar dengan cara yang unik. Melalui sejarah ini, toleransi agama dan keragaman dalam masyarakat Jepang, serta kemampuan adaptasi terhadap perubahan menjadi jelas. Jejak agama Kristen di Jepang mengajarkan kita tentang pentingnya pertukaran internasional dan perlunya saling pengertian antarbudaya.